Selasa, 28 April 2020

BUDIDAYA JAHE DENGAN POLA WANAFARMA SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI




Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat terkenal dan populer sebagai Rempah-rempah Dan juga bahan Obat-obatan. Rimpang tersebut berbentuk jerami yang menggembung di Ruas-ruas tengah, Dan rasa dominan pedas di sebabkan senyawa keton yang bernama Zingeron. Jahe tersebut juga termasuk suku Zingiberaceae (Temu-temuan). Dan nama ilmiah jahe di berikan oleh (William Roxburgh) dari kata yunani (zingiberi) Dan dari bahasa Sanskerta (Singaberi).

Rempah-rempah yang salah satunya dari komoditas jahe merah maupun sejenisnya dapat meningkatkan daya tahan tubuh dalam menghadapi wabah pandemi virus corona (Covid-19) yang saat ini telah mewabah di Indonesia. Komoditas jahe ini bisa menjadi bahan dasar minuman alami yang dapat dikonsumsi sehari-hari oleh warga, untuk mempertahankan daya tahan tubuh supaya tetap stabil.
 Karena tinggi nya manfaat jahe ini dan dengan adanya fenomena perdagangan dan peningkatan permintaan mendukung kebutuhan industri, ekspor, dan apalagi dengan adanya saintifikasi jamu, maka pengembangan jahe dewasa ini sudah menjadi prioritas, salah satunya dilakukan melalui penanaman di bawah tegakan tanaman yang biasa di sebut dengan pola wanafarma, pola Wanafarma adalah Suatu bentuk pola tanam yang memadukan antara tanaman hutan (wana) dan tanaman obat (farma), sehingga dengan menyisipkan tanaman obat-obatan diantara tanaman kayu-kayuan, lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
Selama ini dan pada umumnya lahan di bawah tegakan tidak termanfaatkan secara optimal dan bahkan bisa menjadi sarang OPT bagi tanaman itu sendiri ataupun hama lainnya, karena tidak terurus dan lembab. Pemilihan tanaman jahe untuk pengembangan tanaman terpadu ini karena tanaman jahe beradaptasi baik untuk hidup di bawah tegakan atau berada di bawah naungan.
Pemanfataan lahan dibawah tegakan dengan tanaman obat-obatan  ini merupakan salah satu alternatif bagi petani yang memiliki lahan sempit, sehingga hasil dari lahan tersebut dapat  meningkatkan produksi  serta pendapatan dan kesejahteraan petani.
Upaya pemanfaatan lahan dibawah tegakan dengan tanaman obat-obatan perlu memperhatikan beberapa aspek yaitu :
  1. Kesesuaian antara tanaman pokok dan tanaman bawah
  2. Tidak ada persaingan cahaya,     
  3. Air   hara dan CO2
  4. Tanaman tidak memiliki hama dan penyakit yang sama.   
  5. Minat petani terhadap jenis tanaman yang dipilih
  6. Peluang pasar
  7. Kecocokan jenis tanaman dengan lokasi
Yang paling menentukan keberhasilan dalam pola wanafarma yakni pengaturan jarak tanam. Jarak tanam perlu diatur dan disesuaikan dengan lebar dan kerapan tajuk, agar intesitas cahaya matahari yang masuk dapat terpenuhi, baik untuk tanaman pokok maupun tanaman di bawahnya. Bila jarak tanam terlalu rapat, maka akan menghambat pertumbuhan tanaman sehingga hasilnya kurang optimal. Secara umum jarak tanam untuk kayu-kayuan adalah  3  x 1 meter dan MPTS 5 x 5 meter, dengan demikian ruang diantara tanaman pokok dapat ditanami tanaman bawah (farm).
Pola penanaman pada lahan yang telatif datar, menggunakan arah larikan Timur - Barat, hal ini dimaksudkan agar cahaya matahari bisa masuk sepanjang harinya baik yang dibutuhkan oleh tanaman pokok maupun tanaman bawah. Sedangkan pada lahan yang berbukit atau begunung, arah larikan mengikuti kontur (nyabuk gunung).
Selain itu, yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah tinggi tanaman bawah tak boleh melebihi tinggi tanaman pokok. Hal ini bertujuan agar tidak menghambat pertumbuhan dari tanaman pokok. Penanaman  tanaman bawah sebaiknya dilakukan setelah tanaman pokok berumur 1 tahun dengan maksud agar tanaman pokok lebih tinggi dari pada tanaman bawah.
Kecukupan unsur hara dalam tanah juga memiliki peranan penting, sehingga intensitas pemupukan harus dijaga tetap rutin agar kebutuhan nutrisi tetap terjamin. Pemupukan tanaman pokok sendiri hendaknya dilakukan sejak lubang tanam dibuat. Sedangkan pemupukan lanjutan bisa dilakukan berdasarkan kebutuhan, bahkan dengan pola wana farma, pemeliharaan tanaman pokok berupa penyiangan, pendangiran dan pemupukan dapat dikurangi atau bahkan tidak dilakukan, karena dengan adanya tanaman bawah kegiatan pemeliharaan pada tanaman okok tersebut secara bersamaan akan terpelihara seiring pemeliharaan tanaman bawah.
Selain faktor pemupukan, perlu dilakukan pemeliharaan pada tanaman pokok diantaranya prunning (yakni pemangkasan cabang). Prunning harus dilakukan secara rutin agar tidak terjadi percabangan pada batang tanaman pokok.


Untuk mencapai hasil yang optimal didalam budidaya jahe putih besar, jahe putih kecil maupun jahe merah, selain menggunakan varietas unggul yang jelas asal usulnya perlu diperhatikan juga cara budidayanya.
a.    Persiapan lahan
Sebelum tanam dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan tanahnya harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan jangan dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara lapisan olah dengan lapisan tanah bawah, hal ini dapat mengakibatkan tanaman kurang subur tumbuhnya. Setelah tanah diolah dan digemburkan, dibuat bedengan searah lereng (untuk tanah yang miring), sistim guludan atau dengan sistim pris (parit). Pada bedengan atau guludan kemudian dibuat lubang tanam. 
b.    Jarak tanam
Benih jahe ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas, jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang dipanen tua adalah 80 cm x 40 cm atau 60 cm x 40 cm, jahe putih kecil dan jahe merah 60 cm x 40 cm.
c.    Pemupukan
Pupuk kandang domba atau sapi yang sudah masak sebanyak 20 ton/ha, diberikan 2 - 4 minggu sebelum tanam. Pada umur 4 bulan setelah tanam dapat pula diberikan pupuk kandang ke dua sebanyak 20 ton/ha.
d.    Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
           1. Penyiangan gulma
Sampai tanaman berumur 6 - 7 bulan banyak tumbuh gulma, sehingga penyiangan perlu dilakukan secara intensif secara bersih. Penyiangan setelah umur 4 bulan perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran yang dapat menyebabkan masuknya benih penyakit. Untuk mengurangi intensitas penyiangan bisa digunakan mulsa tebal dari jerami atau sekam.
            2. Penyulaman
Menyulam tanaman yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 1 – 1,5 bulan setelah tanam dengan memakai benih cadangan yang sudah diseleksi dan disemaikan.
           3. Pembumbunan
Pembumbunan mulai dilakukan pada saat telah terbentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan, agar rimpang selalu tertutup tanah. Selain itu, dengan dilakukan pembumbunan, drainase akan selalu terpelihara.
Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan keperluan. Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh serangan bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada metode pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan untuk mencegah masuknya benih penyakit, seperti penggunaan lahan sehat, penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik), menghindari perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman, pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak  sehat (sanitasi), inspeksi kebun secara rutin. Tanaman yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah lalat rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan Eumerus figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii) yang menyerang rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan rimpang kurang baik serta bercak daun yang disebabkan oleh cendawan (Phyllosticta sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman muda (sebelum 6 bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan. Tindakan mencegah perluasan penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida segera setelah terlihat ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi tanaman sakit, inspeksi secara rutin.
Budidaya tanaman jahe dengan pola wanafarma di harapkan dapat memberikan pendapatan langsung, dan dapat memperbaiki kualitas lingkungan, menciptakan iklim mikro, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi serta dapat menciptakan kesempatan kerja sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat bisa lebih baik.